Belajar laptop, cerita anak di perbatasan Timor Leste

Prajurit kepala (Praka) Tony memutar otak, bagaimana cara agar anak-anak itu tak hanya menghabiskan waktunya di depan televisi. Mereka harus belajar sesuatu, setidaknya ada yang bermanfaat bagi mereka di masa depan. Kesepakatan pun dibuat, anak-anak boleh nonton asal belajar terlebih dahulu.

Itulah cerita awal pertemuan saya dengan pasukan penjaga perbatasan di Pos Oelbinose, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT. Praka Tony dan ke tiga belas rekannya dari Batalion Armed XI Kostrad Magelang sudah tiga bulan lebih menjaga titik perbatasan dengan Distrik Ambenu-Oeccusee, Timor Leste (RDTL).

"Saya awalnya melihat mereka habiskan waktu hanya dengan menonton televisi. Kami di sini akhirnya berpikir lebih baik anak-anak ini diberikan pelajaran tambahan," cerita Praka Tony di Pos Perbatasan Oelbinose, Sabtu (12/12) tahun 2015 lalu.

Di sela-sela kesibukan, Praka Tony dan rekan-rekannya bergantian membimbing anak-anak itu. Mereka mengulang kembali pelajaran yang telah dipelajari di sekolah. Dengan iming-iming menonton televisi, mereka pun belajar. Hal itulah yang membuat belasan anak perbatasan ini mereka dekat dengan prajurit.







"Tidak ada televisi di rumah mereka. Satu-satunya televisi ya di pos ini. Mereka sangat senang nonton televisi. Akhirnya kami juga bantu mereka di pelajaran. Kami akrab satu sama lain.
Komandan Pos Sertu Teny Reza mempunyai cerita lain. Dia secara khusus mengajari mereka mengenal teknologi seperti laptop. Bahkan seorang anak buta huruf, Janu (15) pun sudah bisa mengoperasikan laptop dari hal yang sederhana.

"Janu tidak sekolah lagi. Ia pernah sekolah tapi hanya sampai kelas 2 SD saja. Ia tak bisa baca tulis. Tapi sekarang sudah mengalami perkembangan. Ia juga saya bimbing untuk mengenal laptop. Kami mau mereka tidak kalah dengan anak-anak di kota besar," cerita Sertu Reza.

Hal yang paling mengesankan merdeka.com adalah rasa nasionalisme anak-anak ini. Di mulut mereka keluar pengakuan akan rasa cinta kepada negeri ini. Mereka mahir menghafalkan butir-butir Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Sertu Teny Reza mengatakan, hal itu mereka juga ajarkan agar anak-anak mempunyai wawasan kebangsaan yang tinggi.

"Setiap hari sebelum nonton televisi kami melatih mereka menghafalkan butir-butir Pancasila dan pembukaan UUD 45 biar mereka mengenal lebih dalam bangsanya sendiri," jelas Sertu Reza.

Rupanya pendidikan ala militer sudah melekat dalam diri anak-anak perbatasan ini. Dari mulut mereka selalu kelar kata 'siap' ketika para prajurit memanggil nama mereka atau kebetulan bertemu di jalan.
Selain membimbing di Pos Oelbinose, para prajurit juga kerap mengajar anak-anak di sekolah. Setiap Sabtu, para prajurit secara bergantian menjadi guru di SD Tasinifu. "Kami diberi tugas waktu pembekalan Satgas di Kesatuan. Jadi kami terapan hal itu di sini," cerita dia.

Siang itu saya melihat secara langsung aktivitas anak-anak di Pos Oelbinose. Setelah menonton televisi, Janu pun menunjukkan perkembangannya dalam mengenal laptop. Meski agak canggung, bocah itu sudah bisa membuka tutup laptop dan menuliskan namanya di Microsoft Word.

(Tulisan ini merupakan liputan saya sebagai wartawan merdeka.com)

Comments

Popular posts from this blog

NTT miskin, masih maukah jadi PNS?

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi