Lawan politikus yang suka bikin janji

Image result for melawan lupa
Janji dan politikus itu identik. Keduanya bersaudara kembar. Tak satupun politikus di dunia yang tidak mengumbar janji, entah ketika dia bertemu konstituen maupun saat proses kampanye.

Dalam ilmu politik, janji adalah komunikasi, komunikasi politik. Menurut filsuf Habermas, komunikasi hanya berfungsi jika pernyataan-pernyataan jelas, jujur, dan tepat. Di luar itu, komunikasi hanyalah omong kosong dan permainan kata.


Lantas, bagaimana janji itu bisa menjadi komunikasi yang benar dan dipercaya? Janji sebagai komunikasi yang benar dan dipercaya dicari dalam bahasa yang digunakan. Janji itu itu benar bila berangkat dari proposisi (kalimat) yang benar. Namun janji belum menjadi sebuah kesimpulan. Janji masih sebuah proposisi. Akan menjadi sebuah kesimpulan yang benar jika dalam janji ada pertanggungjawaban (menurut logika Aristoteles).


Akan tetapi, yang sering menjadi masalah dalam sebuah janji adalah soal lupa. Benar bahwa lupa adalah kondisi alamiah manusia, namun, ada lupa yang dibuat-buat. Itulah yang sering terjadi dalam politik janji. Politik yang hanya mengumbar janji tapi sering dan selalu lupa bagaimana janji itu dipenuhi.


Lupa itu malum

Dalam ilmu logika, apa yang kurang dari apa yang baik dan seharusnya ada disebut malum (kekurangan). Lupa adalah ‘malum’ dari apa yang seharusnya baik dan ada yaitu keadaan sadar (ingatan yang baik).


Lupa juga adalah penyakit politik. Lupa dalam politik bisa saja menjadi hal lumrah sebagai bagian dari mekanisme janji politik: diucapkan lalu dilupakan. Sebab apa yang sulit dari pengucapan sebuah janji untuk kepentingan kampanye? Masa sosialisasi dan kampanye adalah momen untuk tunjuk diri, tunjuk kekuatan, dan tunjuk kemampuan. Soal ketepatan-perwujudan janji itu menjadi masalah kemudian. Habis perkara.Titik.


Image result for melawan lupa

Para polikus tahu benar apa itu tujuan politik. Mereka tahu jika politik adalah demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Masyarakat memberi amanah yang sepenuhnya kepada wakil dan pemimpinnya agar kesejahteraan itu tercapai. Wakil itu sendiri adalah rakyat. Legitimasi seorang wakil rakyat adalah bahwa ia dipilih untuk mewakili rakyat yang memilihnya. Ia dipilih bukan karena tidak ada orang lain yang lebih mampu untuk mewakili masyarakat, akan tetapi amanah rakyat itu dipercayakan kepadanya.


Kepercayaan adalah kata kuncinya. Kepercayaan adalah keunggulan moral, dan bila mana sikap dapat dipercaya ada dalam diri seseorang, itulah alasan yang rasional mengapa ia dipilih.

Namun, kepercayaan dan dapat dipercayai saja tidak cukup. Seorang wakil rakyat juga harus lebih peka. Peka berarti sikap sigap, tanggap dan cekatan. Peka bersumber dari indra yang aktif. Menggunakan matanya untuk melihat apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Menggunakan telinganya untuk mendengar jeritan rakyat. Menggunakan mulutnya untuk menyuarakan apa yang ia rasa. Kepekaan seorang wakil rakyat adalah cermin diri sebagai subjek yang terpilih, orang pilihan. Dalam sikap peka seorang wakil rakyat, pilihan atau keputusan untuk mendahulukan orang-orang yang diwakilinya adalah jawaban atas kepercayaan yang diamanahkan kepadanya.


Kepekaan perlu juga didukung oleh sikap rasional. Dalam bahasa Arisoteles, ‘kecakapan intelek’ memampukan sesorang ‘tahu kebenaran’ (kesanggupan teoritis) dan mempraktikannya dalam tindakan konkret (kesanggupan praktis). Tentang kesanggupan praktis, Aristoteles menyebutnya sebagai suatu kebijaksanaan, kebijaksanaan praktis, yaitu kemampuan untuk mempertimbangkan dengan baik tentang apa yang baik dan apa yang bermanfaat bagi seseorang. Di sini, apa yang baik dan bermanfaat bagi seseorang adalah apa yang berlaku bagi kebanyakan orang. Wakil yang mengedepankan rasio akan menjauhkan dirinya sikap naif, emosional, dan bermain kotor dalam berpolitik. Wakil rakyat yang mengedepankan intelek akan lebih mengedepankan kepentingan kebanyakan orang dari pada kepentingannya pribadi dan golongan.


Tugas menjadi wakil rakyat adalah sebuah panggilan. Dalam konteks pemaknaan sebagai yang mewakili akan terbuka ruang di mana seorang wakil rakyat sungguh-sungguh menjalani tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Bila mana seorang wakil rakyat mengabaikan apa yang menjadikan kekhasannya sebagai yang mewakili, seorang wakil rakyat akan kembali pada situasi lama: ‘wakil-wakil rakyat yang hanya pandai membuat janji tetapi lupa akan janjinya’. Bila perlu, seorang wakil rakyat harus seperti seorang nabi. Ia menyuarakan kebenaran dan tidak takut pada apapun yang menghalanginya.


Seperti Socrates yang rela mati untuk kebenaran, sorang wakil rakyat juga harus berani mengambil resiko atas pilihan menjadi seorang wakil rakyat. Janji yang dipertanggungjawabkan serta membawa diri sebagai wakil rakyat yang sungguh-sungguh adalah kekhasan khusus dari seorang wakil rakyat yang dengannya membedakan ia dari wakil-wakil yang terdahulu. Rakyat mengharapkan perubahan. Dan rakyat mengamanahkan harapan perubahan itu kepada wakilnya.

Comments

Popular posts from this blog

NTT miskin, masih maukah jadi PNS?

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi

Belajar laptop, cerita anak di perbatasan Timor Leste