Irasionalitas manusia Indonesia dalam wajah Taat pribadi

Nama Kanjeng Taat Pribadi mendadak tenar di negeri ini. Publik menjadi heboh dan mencari tahu siapa sebenarnya pria asal Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo itu. 

Aksi Taat dalam menggandakan uang tidak hanya menjadi viral di media massa tapi juga memancing diskurus. Penyebabnya tak lain karena banyaknya pengikut Taat dari orang kecil hingga cendikiawan.

Lucunya lagi, pengikut Taat bahkan membelanya sebagai pria yang ajaib, wali yang sengaja diturunkan Tuhan untuk membantu menyelesaikan kesulitan warga. Tumpukan uang yang diunggah di Youtube, dipercaya merupakan uangnya dan harus disalurkan kepada santri-santri dan warga sekitar. Tak jarang pula pengikutnya mengeluk-elukan dia dengan alasan tersebut.

Diluar kasus penggandaan uang ini, ternyata pedepokan megah Taat Pribadi juga menyimpan kisah kelam. Puluhan hingga ratusan orang bertahan dalam harapan kosong. Menunggu uangnya digandakan. 

Harapan kosong yang ditawarkan Taat Pribadi adalah sebuah delusi. Mereka kehilangan daya nalar dengan realitas sebenarnya. Mulut manis Taat Pribadi meninabobokan mereka. Dan kasus itu nyata ada pada Najmiyah. Warga Makassar yang sudah meninggal tahun 2014 lalu itu telah menyetorkan uang sebesar Rp 200 miliar pada Taat Pribadi. Uang ratusan miliar itu disetorkan pada Taat secara bertahap dari 2014 hingga 2016.  

Selain Najmiyah, korban-korban lain barang tentu juga disusupi harapan yang sama. Menyimpan uang dengan harapan mendapat berlimpah. 

Fenomena penggandaan uang ala Taat Pribadi sebenarnya memperlihatkan kondisi riil masyarakat kita. Mencari uang dengan cara pintas. Kerja bukan lagi rujukan orang untuk membangun hidupnya, tetapi bersandar pada sebuah kepercayaan yang irasional dan mistis. Nilai kerja sudah digeser ke nilai jalan pintas. 

Maka tak heran, jargon kerja ala Presiden Jokowi hanya sekedar lagu lama. Penggandaan uang ala Taat Pribadi lebih cepat dipercayai masyarakat. Hanya tinggal simpan dan menunggu waktu disentuh tangan ajaib Sang Kanjeng. Simsalabin abrakadabra. Maka  jadilah uang. 

Cara pintas yang dilakukan Kanjeng Taat Pribadi berlaku pula di kalangan atas. Korupsi. Prilaku korupsi yang masif adalah fenomena lain dari kasus Taat Pribadi. Semangat kerja membangun negeri ini hanya jargon politis semata. Dibalik layar, lagak kompromitas untuk korup tetap menjadi prioritas. 





Comments

Popular posts from this blog

NTT miskin, masih maukah jadi PNS?

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi

Belajar laptop, cerita anak di perbatasan Timor Leste