Kisah Ayati, bertemu kakaknya setelah tiga tahun gila

Ayati (43) memeluk erat Asep (49) di Panti Laras II, Grogol, Jakarta Barat. Tangis keduanya pecah. Di luar gedung, hujan semakin deras. Ayati seakan tak mau melepaskan pelukan Asep. Begitu pun sebaliknya. Adik kakak ini berpisah sekian tahun setelah Ayati menghilang dari rumahnya di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Setelah bercerai dengan suaminya, Ayati datang ke Jakarta dan mulai kehilangan arah hidupnya. Mengusir kekalutan karena diceraikan suami, dia nekad ke Jakarta tanpa tujuan yang jelas."Hanya main-main saja waktu itu tidak tahu mau buat apa," kisah Ayati kepada saya beberapa waktu lalu di Panti Bina Laras Kluster III.
Sudah dua tahun terakhir Ayati menghuni Panti Laras I, panti sosial milik Dinsos DKI khusus orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Ketika mulai sembuh dan mencoba sekuat tenaga mengumpulkan ingatan demi ingatan, ibu dua anak ini akhirnya bisa bertemu Asep, satu-satunya saudara laki-laki mereka.

Ayati tidak tahu persis kapan dia mulai kehilangan ingatan warasnya. Dia hanya ingat pernah dirawat di Panti Sosial Bina Laras Kluster I selama lima bulan. Kluster I merupakan tempat ODMK yang agresif dan waham yang tinggi. Dari sana, wanita berusia 46 tahun ini akhirnya dirawat di Kluster I yang nota bene tempat bagi ODMK berkategori ringan. "Dua tahun di sini," katanya pendek.

Disangka sudah meninggal

Asep (43) tinggal berjauhan dengan saudara-saudaranya di Tasikmalaya. Dia tinggal di Bogor, Jawa Barat bersama keluarganya. Tiga bulan setelah Ayati pergi dari rumah, pekerja serabutan ini ditelpon keluarga besar jika Ayati pergi dari rumah tanpa pamit.

"Saya ditelpon kalau dia sudah pergi tapi tidak tahu ke mana. Setelah itu saya tidak dapat kabar lagi," jelas Asep yang tidak melepaskan rangkulan dari saudarinya itu.

Sebagai satu-satunya saudara laki-laki, Asep berusaha untuk mencari Ayati di Jakarta. Berbulan-bulan dia mencari dan menanyakan kepada orang-orang tapi selalu nihil. Dia lantas pasrah dan menyerahkan nasib Ayati kepada Tuhan.

"Saya pikir dia sudah tidak ada. Duh Tuhan, kebaikan apa yang Kau berikan ini," kata Asep sambil terisak-isak.

Panti Bina Laras sebenarnya sudah menghubungi keluarga Ayati mulai tahun 2015 lalu. Ketika Ayati sudah mulai sembuh dan berniat meminta pulang. Hanya mereka tidak begitu saja percaya pada alamat yang diberitahukan Ayati. Pihak panti takut alamat itu tidak benar dan Ayati bisa kembali ke jalan suatu saat. Terlebih sakit yang diderita Ayati belum dikatakan sembuh total.

"Dia sebut tiga alamat yang berbeda namun hanya satu yang sering dia sebut. Itu alamat kedua orang tuanya di Tasikmalaya," kata Wati (bukan nama sebenarnya), petugas yang selama ini merawat Ayati.

Bersama rekan di panti, Wati kemudian menelusuri alamat yang diberikan Ayati. Bulan Juli 2015 keduanya mengirim surat kepada salah satu kakak Ayati di Tasimalaya. Namun surat itu tak kunjung mendapat balasan dan menunggu Ayati terus berdoa dan bersabar.
Dua minggu lalu surat yang kedua dikirim lagi. Kali ini alamat ditujukan kepada Elis, kakak Ayati. Tak hanya surat, pihak panti juga mengirim foto Ayati dan nomor telpon yang bisa dihubungi. Di luar dugaan, surat itu ternyata direspon. Elis menghubuni Asep di Bogor dan menyuruhnya mencari tahu kebenaran surat itu di Panti Laras.

"Alamat yang pertama sudah pindah dan mungkin orang di situ gak kenal kakaknya Ayati," tutur Asep.

Ayati hanya tersenyum mendengar semua percakapan Asep dan pihak panti. Dia tak berhenti memeluk Asep. Begitu pula saudaranya itu, mengecup kepala Ayati dan membawanya dalam rangkulan.

Sore itu Ayati akhirnya diperbolehkan pulang. Setelah menyerahkan surat persetujuan keluarga yang dibubuhkan Asep, Ayati menyalami satu persatu petugas panti. Pihak panti juga tak lupa berpesan agar dia terus mengonsumsi obat secara rutin dan memeriksa di rumah sakit di Tasikmalaya nantinya.

Sebelum pulang, Ayati nampaknya menemui puluhan pasien lainnya di salah satu ruangan. Mereka sudah berkumpul untuk mendapat jatah minum susu sore. Di depan mereka, Wati mengatakan, "Teman-teman, Ayati sudah mau pulang. Berikan selamat kepada dia," kata Wati.



Sebagai pasien sakit jiwa, wanita-wanita itu hanya tersenyum dan melambaikan tangan kepada Ayati. Salah seorang pasien kemudian datang merangkul Ayati. "Selamat ya Ayati. Kamu jangan lupa saya," katanya. Wanita itu rupanya patner Ayati dalam mengerjakan prakarya seperti keset dan sapu.

Hujan belum reda tatkala Ayati dan Asep keluar dari gedung Panti Bina Laras. Wati yang merawat Ayati nampak terlihat sedih. Dia menghantar Ayati di depan halaman. "Maaf ya Ayati jika saya banyak salah selama ini," kata Wati.

"Mau ikut gak," kata Ayati berseloroh. Dia memeluk erat pundak Wati.




Comments

Popular posts from this blog

NTT miskin, masih maukah jadi PNS?

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi

Belajar laptop, cerita anak di perbatasan Timor Leste