Nasib Rhoma Irama tak seindah lagu dangdut

Andai bisa kembali ke era 80 an, nasib Hj. Roma Irama dan partainya pasti tak sesedih sekarang ini. Dengan modal jutaan penggemar seantero negeri, Partai Idaman bukan tidak mungkin berpeluang ikut Pilpres 2019. Itu tak lain karena nama besar Rhoma Irama mempunyai daya magnet tersendiri untuk menarik simpatisan secara sukarela.

Sayangnya, selain zaman sudah berubah, popularitas Rhoma itu tak cukup mendongkrakan partainya. Bersama tiga partai lainnya, Partai Idaman dinyatakan gagal sebagai partai berbadan hukum oleh Kementrian Hukum dan HAM. Padahal, dalam beberapa kesempatan, Raja Dangdut ini optimis partainya bakal ikut Pilpres 2019 nanti. Atau mungkin karena zaman lagu dangdut dan ketenaran Rhoma sudah tergerus oleh minat kekinian dan tak bisa cukup kuat menarik simpati.

Selain syarat kepengurusan yang belum terpenuhi, Rhoma mempunyai sejuta pekerjaan rumah untuk benar-benar siap berlaga.  


Agak beda nasib degan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), meski tergolong baru namun secara syarat adminstratif dinyatakan lolos. Boleh dibilang, Partai Idaman terlalu terburu-buru dan tidak menyiapkan secara matang meski hasrat ikut Pilpres 2019 itu nampaknya sangat tinggi.
 


Tak diidamkan lagi?
Hasrat perpolitikan Rhoma yang juga merupakan seorang da'i (juru dakwah) ini bukan baru kemarin. Di masa awal Orde Baru, ia sempat menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah Orde Baru karena menolak untuk bergabung dengan Partai Golkar. Setelah itu dia sempat tidak aktif berpolitik untuk beberapa saat, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993.

Pada pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS. Ketika itulah dia mulai aktif menyatakan dirinya berniat maju sebagai capres.

Namun ketika gagal jadi Capres 2014 lalu, Rhoma membentuk partai baru dengan membawahi bendera Islam tahun 2015 kemarin. Dia berharap partainya mendapat dukungan penuh. Tapi nasib baik rupanya belum memihak kepada penerima gelar gelar doktor honoris causa dari American University of Hawaii dalam bidang dangdut ini (meski gelar ini sedikit kontroversi karena universitas ini diketahui tidak mempunyai murid sama sekali di Amerika Serikat sendiri, dan hanya mengeluarkan gelar kepada warga non-AS di luar negeri). Lagi-lagi Rhoma menelan pil pahit dan harus kerja ekstra agar mendapat perwakilan di seluruh Propinsi dan dinyatakan sah secara kepengurusan sesuai UU No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.

Sejak diumumkan tak lolos syarat administrasi, Rhoma Irama berniat mengakuisi partai agar hasrat capres itu tak lagi gagal. Setidaknya, Rhoma menjamin hal itu dalam beberapa waktu ke depan dengan menggaet partai-partai yang mati suri tapi sudah berbadan hukum. Rhoma juga harus ingat, sebagai partai berbasis Islam, Partai Idaman harus bersaing dengan PKB, PKS PPP dan PAN dalam merebut konstituen. 


Dan jangan lupa, politik itu tak seindah syair lagu dangdutnya Bang Rhoma. Biar tak merana kalau gagal lagi...

Comments

Popular posts from this blog

NTT miskin, masih maukah jadi PNS?

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi

Belajar laptop, cerita anak di perbatasan Timor Leste